PT Proven Force Indonesia
  • Home
  • About
  • Services
  • News
  • Contact

Pentingnya Pemikiran Kelompok

8/3/2018

Comments

 
Picture
​Seorang pemuda milenial yang baru menyelesaikan pendidikan paska sarjana nya di universitas terbaik dunia diterima bekerja disebuh perusahaan besar yang telah berdiri lebih dari 50 tahun.  Bermodal ilmu dan idealisme yang ia miliki, ia bermimpi untuk merubah dunia dan memajukan perusahaan tempat nya ia bekerja saat ini.  Ditempat kerja nya ia berada di divisi management representatif yang merupakan kepanjangan tangan CEO untuk melakukan transformasi budaya dan sistem kerja.

Perpaduan antara kecerdasan, semangat, dan idealisme ternyata tidak berbanding lurus dengan kondisi dilapangan.  Ketika berbagai konsep dan metodologi ingin ia terapkan ternyata mendapat banyak penolakan dari para senior diberbagai divisi yang telah lama bekerja.  Dengan berbagai alasan mereka mengatakan bahwa sistem yang ada saat ini  sudah baik, target sudah tercapai, pelanggan tidak pernah komplain, jadi tidak perlu lagi repot-repot melakukan suatu perubahan.  Hal ini diperparah dengan pemikiran dari rekan-rekan kerjanya dan beberapa top manajemen yang ada dengan mengatakan bahwa semua baik-baik saja, jadi tidak perlu adanya perubahan sama sekali.

Kondisi yang ia hadapi bukanlah perkerjaan yang mudah karena ia berhadapan dengan pola pemikiran kelompok yang telah menjadi suatu tradisi turun menurun dari para seniornya (yang mereka anggap paling benar).   Kondisi pemikiran kelompok yang mereka anggap sebagai yang terbaik dan terbenar serta secara tidak langsung disepakati bersama dapat dinamakan sebagai groupthink (pemikiran kelompok).  Kondisi pemikiran kelompok ini biasanya akan berpengaruh terhadap budaya, konsep dan sistem kerja yang ada, sehingga berpengaruh terhadap produktifitas kerja yang ada.  Kondisi pemikiran kelompok seperti ini tidak mudah dirubah sebab berkaitan dengan keyakinan sikap kerja dan zona nyaman mereka, sehingga perubahan tidak mudah dilakukan.

Menurut Irvings Janis (1972) groupthink merupakan istilah untuk keadaan ketika sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak anggapan/opini publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral. Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam kelompok yang irrasional tapi berhasil mempengaruhi kelompok menjadi keputusan kelompok.  Groupthink mempengaruhi kelompok dengan melakukan aksi-aksi yang tidak masuk akal dan tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang bertentangan diluar kelompok.  Kelompok yang terkena sindrom groupthink biasanya adalah kelompok yang anggota-anggotanya memiliki background yang sama, terasing (tidak menyatu, terisolir) dari pendapat-pendapat luar, dan tidak ada aturan yang jelas tentang proses pengambilan keputusan. 

Adapun West dan Turner (2008) mendefinisikan bahwa pemikiran kelompok (groupthink) sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan anggota kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka untuk menilai semua rencana tindakan yang ada. Jadi groupthink merupakan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, dimana anggota-anggota berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya tidak efektif lagi.

Singkatnya tentang groupthink, terjadi manakala ada semacam konvergenitas pikiran, rasa, visi, dan nilai-nilai di dalam sebuah kelompok menjadi sebuah entitas kepentingan kelompok, dan orang-orang yg berada dalam kelompok itu dilihat tidak sebagai individu, tetapi sebagai representasi dari kelompoknya. Apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan adalah kesepakatan satu kelompok. Tidak sedikit keputusan-keputusan yang dibuat secara groupthink itu yang berlawanan dengan hati nurani anggotanya, maupun orang lain di luarnya. Namun mengingat itu kepentingan kelompok, maka mau tidak mau semua anggota kelompok harus kompak mengikuti arah yang sama agar tercapai suatu kesepakatan bersama.

Kehadiran Groupthink tekadang tidak dapat dihindari, mengingat anggota kelompok memiliki rasa ikatan yang cukup kuat dengan kelompoknya.  Namun hal ini dapat merugikan organisasi jika pemikiran tersebut menjadi waham pembenaran bagi organisasi yang menolak  semua masukan untuk perbaikan.  Hal ini akan membangun sebuah dogma yang anti kritik sehingga jika didiamkan akan membentuk “kerajaan dalam kerajaan” yang untouchable dan anti perubahan.   

Fenomena terjadinya groupthink dapat dicegah dengan melakukan beberapa hal. Pencegahan ini dimaksudkan agar proses pengambilan keputusan kelompok berjalan secara egaliter.   Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam meminimalisasi groupthink yang negatif melalui : komitmen kuat dari jajaran top manajemen untuk melakukan perubahan, mengkooptasi “raja raja kecil” untuk membuka diri dan terlibat dalam perubahan, menyiapkan “young gun” yang siap mengambil alih pekerjaan kelompok dead wood, menyediakan sistem dan infrastruktur yang mendukung terjadinya perubahan.

Salam Produktifitas, Professionalism On Hand !!

Dr. Ervin Widodo
Executive Director PT. Proven Force Indonesia
Executive Director ICED Institute
Sumber:
​Koran Tempo, 14 Februari 2018, hal 16.
Comments

    Up coming Events

    Latest News

    Categories

    All

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Exabytes - Indonesia
  • Home
  • About
  • Services
  • News
  • Contact